Untuk Selamanya


: Langit, di Bumi Pertiwi --


Coba bayangkan bumi tanpa hijau. Tanpamu teman, hanya kelabu. Persahabatan, kami dan dirimu. Tak kenal insan, selama ada rasa cinta. Untuk selamanya, tak tergantikan. Dalam kasih, kepadamu, kepada Bumi. Ini nyanyian hijauku. (Untuk Selamanya – Bondan Prakoso)

*

Ada sesuatu yang perlahan lahan mulai lepas dari tangan kita, Langit. Ada sesuatu yang membuat paman merasa begitu gelisah. Ada sesuatu yang seolah-olah semakin tenggelam. Hutan teramat sering kehilangan pepohonan. Pohon-pohon setiap hari kehilangan ranting. Ranting-ranting setiap saat kehilangan dahan. Dan, dahan-dahan membuat Bumi...kehilangan kehidupan!

Langit, paman jadi teringat kata-kata Cree Indian, “Hanya ketika pohon terakhir telah mati dan sungai terakhir telah teracuni dan ikan terakhir telah teratangkap, akan kita menyadari bahwa kita tak bisa makan uang.” Kata-kata Cree seolah menggambarkan keadaan Bumi yang semakin hari semakin menua ini, Langit. Keadaan dimana pepohonan banyak ditebang, penggundulan hutan dan pembakaran hutan tak dapat lagi dihentikan, sumber daya ikan semakin menghilang, cerobong asap semakin tak bisa dikendalikan, manusia kesulitan untuk mendapatkan uang, dan Bumi menjadi tidak seimbang. Ah, entah kenapa, belakangan ini banyak manusia yang semakin tak punya rasa peduli pada Bumi ini - pada Semesta Hijau yang Tuhan titipkan ini.

Sudah terlalu banyak manusia yang menebangi pohon secara liar, membakar hutan, melenyapkan klorofil-klorofil kehidupan, menangkap ikan dengan bahan-bahan peledak, memburu gajah yang hampir punah, membunuh satwa langka dan menjual dengan mudahnya. Ah, mungkin memang benar, Langit : kita sedang hidup dizaman yang krisis rasa kepedulian. Zaman dimana seorang lebih ingin memperkaya diri sendiri, zaman dimana tak banyak lagi manusia yang patuh pada kebaikan dan peduli terhadap lingkungan. Hanya sedikit manusia yang mau mencintai, menyayangi, pun peduli pada Bumi, Langit. Dan, paman harap, dari sedikit itu, kau merupakan salah satu diantaranya.

Bumi masih berputar, Langit. Kehidupan masih berjalan. Tetapi, sepertinya Bumi ini sedang menangis, menjerit dan tengah merasakan sakit. Penebangan liar, pembakaran hutan, pengeboman ikan, pemusnahan terumbu karang, pembunuhan satwa langka, dan masih banyak lagi. Lalu, dimanakah rasa kemanusiaan kita berada disaat Bumi ini sedang dan tengah membutuhkan kita? Bumi selalu saja berhasil menyediakan segala yang kita butuhkan untuk memenuhi kebutuhan manusia, tetapi apakah kita sudi untuk menyediakan apa yang Bumi butuhkan – merawat, menjaga, serta mencintainya, Langit?

Meskit tampak naif, kita semua, Langit, kau dan aku, mau tak mau harus mencoba memperbaiki zaman yang salah ini dari lunturnya nurani dan kepekaan jiwa kita terhadap Bumi yang kita tempati ini. Kita akan mencoba memperbaiki Bumi ini. Kita akan berkawan dengan mereka. Berdirilah. Usah ragu. Tak usah jauh-jauh pergi ke puncak gunung, setidaknya, kita bisa mulai dengan tidak membuang sampah sembarangan – menyelamatkan rasa kepedulian yang masih tersisa dalam diri kita sendiri, pun orang-orang disekeliling kita. Secara sederhana. Sedikit demi sedikit, jika kita bisa menularkan virus yang sederhana ini, paman yakin, Bumi akan kembali pulih!

Kau tau, Langit. Dalam hidup, kita tak selalu bisa melakukan hal yang besar. Tetapi, kita bisa melakukan beberapa yang kecil dengan cinta yang cukup besar. Tetap ikuti hati nurani. Teruslah ikhlas untuk peduli pada Bumi yang kaya akan keindahan ini. Rawat, jaga, dan cintai Bumi ini : sebisa, dan semampu kita. Berikan kesempatan pada generasi sesudah kita, biarkan mereka ikut merasakan keindahan Bumi Pertiwi ini selagi bisa, Langit.

Tak apa jika tak banyak orang yang mendengar bisikan Bumi akhir-akhir ini, Langit. Paling tidak, kini kau sudah mendengarnya. Inilah keresahan Bumi yang sedang dan tengah membutuhkan uluran tangan, rasa sayang dan cinta dari kita – para manusia.

Teruslah berjalan, Langit. Tetaplah berupaya untuk selalu menjadi wakil Tuhan dimuka bumi ini. Tetaplah berupaya menjadi khalifah yang senantiasa melakukan tindakan penyelamatan-penyelamatan, memberi kemaslahatan pada Bumi yang indah ini, menjadi rahmat dan penyebar kebaikan bagi setiap kehidupan : Jangan pernah berhenti melakukan sesuatu yang bisa membuat hidup kita terasa lebih hidup!

Inilah saatnya ikut sedikit berbenah, dan merubah. Bangun, bergerak, dan teruslah berusaha mencintai Bumi yang hanya ada satu disemesta ini. Selagi masih bisa, mari tetap kita jaga lingkungan dan Bumi ini sebaik-baiknya, Langit. Mari berusaha untuk tidak mewariskan Bumi yang rusak untuk generasi setelah kita.

*

Ini nyanyian hijauku. Ini senandung hutanku. Tuk selamanya. Tak tergantikan, dalam kasih, kepadamu, kepada Bumi. Ini nyanyian hijauku. Tak tergantikan, dalam kasih, kepadamu, kepada Bumi. Ini nyanyian hijauku. Ini senandung hutanku. 



*Backsounds : Bondan Prakoso - Untuk Selamanya (OST. Para Pemburu Gajah)

0 Response to "Untuk Selamanya"

Post a Comment