Dark Side


"Saat kau bangun pagi tadi , kau bersyukur karena masih diberi kesempatan untuk melanjutkan hidup atau masih mengeluh karena masih ada hal hal yang tertunda ?"

Aku mendengar ada sebuah pertanyaan yang mendekat dari kejauhan. Aku melihat sekitar – menengok kanan kiri dari tempat dudukku. Tak ada siapa siapa. Kataku dalam hati.

Setelah beberapa saat , dari kejauhan perlahan ada yang mendekatiku. "Hey , bukankah tadi malam kau sudah berdoa dan akan berusaha lebih baik lagi untuk hari ini ?" Tanyanya. Sambil senyum. Kemudian membetulkan rambutnya yang agak berantakan.

*

"Siapa kamu ?" Tanyaku. Spontan. Warna matanya agak merah.

"Oh , maaf , aku belum memperkenalkan diri." Ia tersenyum ramah kearahku.

"Boleh aku duduk disampingmu ?" Sambil berjalan mendekati kursi yang aku duduki seperti seorang yang habis mabuk. Aku menggeser tubuhku agar dia bisa duduk disampingku. "Silahkan." Jawabku singkat.

Perlahan ia duduk disampingku.

Ia menyalakan rokok. Kemudian menyodorkan sebungkus rokok kearahku diikuti senyum seolah seperti sahabat baik yang sudah lama mengenal. “Kau mau ?” tanyanya , sambil mengangkat alis mata kirinya.

Pandanganku tertuju pada sebungkus rokok itu. Aku menggelengkan kepala. “Aku engga ngerokok.” Jawabku.

“Oh, maaf.” Timpalnya. Ia memasukkan sebungkus rokok itu dalam sakunya. Aku mengangguk. Seolah menerima permintaan maaf darinya. Kemudian menjawab pertanyaanku yang aku ajukan pertama kali. "Perkenalkan , namaku Sisi Gelap." Sembari menyodorkan tangan. Seolah mengajakku untuk memulai sebuah persahabatan.

Aku mengangguk. Menyalaminya. Ini semacam permintaan seorang untuk sebuah memulai arti sebuah persahabatan. Ia tersenyum. Aku pun ikut tersenyum. Ah, entah bagaimana caranya senyum itu selalu bisa menular.

*

 “Hey , Adam ?”

“Apa ?” Tanyaku. Aku menengok kearahnya. Aneh , ia tau namaku! Kataku dalam hati. Adam Kurnia Putra. Itu nama lengkapku – yang telah diberikan Ayah dan Ibuku.

"Lihatlah sekelilingmu , matahari pagi yang selalu memberi kita kedamaian ; menyapa kita semua dengan segala kelembutan dan kehangatan. Pandanglah burung burung pagi pagi sudah berkicau dipepohonan dan disela sela dedaunan : mereka mengawali pagi ini dengan kicaunya yang merdu dan lugu. Lalu , orang orang dipasar masih beramai ramai membeli dan menjual kebutuhan sehari hari : mereka mengakrabi pagi dengan berusaha memenuhi segala kebutuhan dengan segala yang telah diberikan Tuhan." Ia mencoba menggambarkan suasana disekeliling kita.

"Tinggalkan keluhmu , Dam. Jangan banyak banyak mengeluh. Perbanyaklah bersyukur." Katanya.

Aku ingin kau sedikit belajar dari apa yang aku katakan tadi. "Mereka semua menikmati keindahan pagi dengan segala cara yang mereka bisa , selalu berusaha menyatu dengan semesta – mengakrabinya. Kadang mereka memang juga mengeluh sepertimu. Tapi , mungkin mereka tau : mengeluh berkepanjangan hanya akan membuang buang waktu dan tak dapat mengubah sesuatu ! Mereka senantiasa bergerak , paling tidak dalam jalurnya masing masing. Selalu mencoba dan berusaha. Lagi dan lagi !" Ujarnya. Agak meninggikan suara.

"Sedangkan kamu ? Ah , entahlah : Kau hanya menghabiskan waktu untuk mengurung diri. Kau membutakan dirimu sendiri. Menyesali hal hal yang sudah terjadi – yang tak dapat kembali." Imbuhnya.

Aku tak begitu mengerti semua hal yang dia ucapkan. Tapi , apa yang dikatakannya memang ada benarnya. Aku tak bisa menjawab apa apa. Aku memandang pohon beringin yang berada kurang lebih 10 meter dari tempatku duduk. Arah jam 2.

Dia memandangku dengan tatapan mata merahnya yang tajam. "Kau masih mengeluh ? Masih merasa kesal ?" tanyanya lagi. "Ayolah , kau harus lebih banyak belajar untuk bersyukur !" Jawabnya. Membentak agak keras.

Aku seolah berusaha memalingkan diri dari pertanyaan dan pernyataan yang ia katakan. Berusaha meyakinkan diriku sendiri dengan apa yang Sisi Gelap katakan.

“Aku ragu , juga bimbang.” Kataku pendek. Dengan suara setengah parau.

Ia menatapku. Seolah mengolah perkataanku.

“Dam , dengarkan aku.” Katanya. Aku seketika memandangnya. Kemudian mengembalikan pandanganku seperti semula.

“Kadang keraguan atau kebimbangan memang perlu ada , kan ? Ia datang bukan untuk semakin memperburuk keadaan , tetapi untuk mengajarkan kita supaya lebih berhati hati memilah yang paling baik diantara hal hal baik yang menghampiri , juga sebagai pijakan kita untuk bisa meneruskan perjalanan.” Katanya.

Ak terdiam mendengar apa yang ia katakan. Aku menatapnya. Keraguan bukan untuk memperburuk sebuah keadaan , tetapi keraguan mengajarkan kita untuk berhati hati memilah yang paling baik diantara hal hal baik yang menghampiri , juga sebagai pijakan untuk melangkah kedepan. Pikirku dalam hati.

"Aku ingin agar suatu saat kau tak sepertiku !" Katanya. "Aku adalah kumpulan dari keburukan sekaligus penyesalan penyesalan – hal hal yang gelap dan samar. Barangkali aku tak begitu mengetahui secara jelas apa yang kau rasakan. Tapi , aku harap kau kelak tidak menjadi sepertiku. Menyesal diakhir dan menjadi penerusku yang menyesal dalam setiap kesalahan dan tak pernah mau berusaha menjadi lebih baik." Katanya. Sambil menyisir rambutnya yang hitam agak kemerahan dan merapikan baju yang ia kenakan agar tak terlihat kusut.

"Kau tak perlu mengeluh dan merasa ragu , juga bimbang lebih dari ini : kau diberi Tuhan banyak hal , hanya sedikit yang Dia ambil darimu. Tetapi kau justru menyibukkan dirimu untuk mengeluh , meragu dan malas untuk bersyukur ! Bersyukurlah kau masih diberi banyak hal : Ayah ibu yang selalu menyayangi , teman teman yang terkadang menjadi tempat pulang , kebahagiaan , kebersamaan , juga keraguan yang kadang menyiutkan pikiran . Saat kau menemukan keraguan , itu berarti masih ada radar jalan terang dalam hatimu. Pilahlah yang terbaik untuk hidupmu , kemudian lakukanlah. Itu cukup !"

"Jadilah seorang yang selalu berusaha dan terus mencoba. Saat itu semesta akan berkonspirasi untuk membuatmu menjadi seorang yang lebih istimewa." Katanya. Sambil menepuk nepuk pundakku.

Aku mengangguk. Seolah menyetujui semua yang ia katakan.

Aku memandangnya. Ia memandangku , tersenyum padaku. Aku membalasnya dengan senyum. Kemudian perlahan ia mematikan rokok yang ia nikmati sejak awal pembicaraan tadi. Menginjak sisa batang rokok dengan sepatunya yang bagiku terlihat baru.

Dia menatap mataku dengan mata merahnya tajam. Aku menatapnya. Perlahan pandanganku sedikit kabur.

Aku mencoba membersihkan mata agar pandanganku tak terlihat kabur dan buram. Aku mengedipkan mata.

Seketika itu ia menghilang - dalam kata dan juga percakapan.

Aku menghela nafas panjang. Mengajukan pertanyaan dalam diriku : “Siapa sebenarnya Sisi Gelap tadi ?"  Kemudian aku menghembuskan helaan nafasku perlahan lahan. Matahari seolah tersenyum malu padaku. Semesta seolah berkonspirasi mencoba membangkitkanku dari segala kemurungan perasaan , juga pemikiran.

..ah , terimakasih Sisi Gelap. Kau mencerahkan !

1 Response to "Dark Side"

  1. The King Casino Company - Ventureberg
    It was https://vannienailor4166blog.blogspot.com/ born goyangfc in 1934. The Company offers luxury hotels, If you don't have a poker room in your 바카라 house, then you'll find https://septcasino.com/review/merit-casino/ a poker room in ventureberg.com/ the

    ReplyDelete