Percakapan Dengan Mang Pencukur Rambut


"Mas, mau potong kayak gimana?" Tanya Mang pencukur rambut.

"Enaknya gimana, Mang? Apa disisain kira-kira 1,5cm aja mang?" Tanyaku. Asal-asalan.

"Nggak nyoba dipangkas semua aja mas?" Tanyanya balik. Menggodaku.

Aku membalasnya dengan senyum. "Enggak dulu deh, Mang."

Mang pencukur rambut mengangguk. "Jadinya 1,5cm ya ini, Mas?" Mengkonfirmasiku.

Aku mengangguk.

Mesin pencukur rambut segera dinyalakan. Rambutku perlahan mulai dipangkas. Zzreenggg...zrreenggg zrenggg...

"Besok kalo udah nyampe puncak Rinjani, tolong dipangkas sampai 0,5cm ya, Mang." Pintaku.

"Rinjani? Gunung Rinjani?" Mang pencukur mencoba mengkonfirmasi. Menghentikan mesin pencukur miliknya.

"Iya, Mang." Jawabku. Lalu melanjutkan memotong rambutku lagi. Aku melihat beberapa orang yang ada dibelakangku seolah berusaha menertawai perkataanku.

Percakapanku dengan Mang pencukur sesaat terhenti. Hanya suara mesin pemotong rambut yang masih berbunyi.

"Kuat sampai sana, Mas?" Tanya Mang pencukur rambut.

"Engga tau juga sih Mang. Aku juga belum pernah kesana." Jawabku. Aku tersenyum kearah kaca berukuran besar dihadapanku. Mengamati beberapa orang masih memperhatikan pembicaraanku dengan Mang pencukur.

Lalu, Mang pencukur mematikan alat pemangkas rambut yang digunakan untuk memotong rambutku. Mengganti alat pencukur dengan gunting didepan kaca besar miliknya. Kemudian melanjutkan memotong rambutku dengan guntingnya.

Beberapa orang yang ada dibelakangku masih tersenyum-senyum mendengar perkataanku tadi. Aku hanya membalasnya dengan senyum.

"Ini kira-kira udah 1,5cm, Mas." Kata Mang pencukur.

"Iya, Mang, kelihatannya juga udah rapi kok." Jawabku.

Mang pencukur mengangguk.

"Udah aja, Mang." Pintaku.

Lalu, Mang pencukur mencoba melepas handuk yang dipasangkan dileherku sebelum proses pemotongan. Mang pencukur menaruh handuk itu dipunggung kursi yang berada disebelahku. Kemudian membersihkan sisa-sisa rambut yang tertinggal disekitar pundak dan leherku.

Aku mencoba berdiri dari kursi eksekusi milik Mang pencukur. Kemudian memandang kearah kaca didepanku. Aku tersenyum pada beberapa orang yang ada dibelakangku.

Lalu aku mencoba memandangi diriku sendiri. "Ini udah lebih dari cakep kok, Mang." Kataku pada Mang pencukur.

Mang pencukur tertawa. "Besok pasti langsung dapet cewek, Mas." Imbuhnya.

"Semoga aja ada yang mau, Mang." Cetusku.

Mang pencukur tertawa. Aku ikut tertawa. Beberapa orang ikut tertawa. Ah, entah kenapa, setiap canda dan tawa selalu bisa menular dengan mudahnya.

"Oiya, berapa Mang?" Tanyaku, sambil merogoh uang dicelanaku.

"4ribu." Jawabnya. Singkat. Sambil membetulkan kursi yang aku duduki tadi.

Aku menyodorkan uang 2lembar uang 2ribuan. Mang pencukur rambut tersenyum kearahku.

"Mang, besok kalo aku udah pulang dari Rinjani, tolong dipangkas 0,5cm, ya?" Pintaku.

"Beress. Ga usah bayar. Tapi harus udah sampai Rinjani dulu." Kata Mang pencukur rambut.

Aku tersenyum. Mang pencukur rambut tersenyum kearahku. Senyum kami bertemu.

-

Setelah selesai membersihkan tempat duduk yang tadi aku gunakan. Mang pencukur rambut mempersilakan seorang anak Sma yang juga mengantri untuk dieksekusi.

"Mang, pulang dulu." Kataku.

"Iya. Hati-hati. Kalau udah sampai Rinjani dan dapet cewek jangan lupa main sini." Cetus Mang pencukur rambut.

Ah, Mang Dul, sejak dulu, selalu saja begitu. Ujung-ujungnya selalu dikaitkan dengan perempuan.

Setelah beranjak dari tempat Mang Dul, entah perasaan macam apa ini, aku rasa, aku ingin sesegera mungkin membungkam beberapa orang yang senang dan suka menertawakan impian.

Ah, tak apa. Terkadang beberapa orang memang suka menertawakan dan meragukan kemampuan. Tapi, bukankah itu baik? Dengan adanya beberapa orang yang meragukan dan menertawakan apa yang kita impikan, bukankah kita justru harus semakin tergerak untuk lebih keras memperjuangkan apa yang menjadi impian kita, kan?

Dan bukankah salah satu cara terbaik membungkam beberapa orang yang senang meremehkan dan menertawakan impian adalah dengan cara mewujudkan impian itu menjadi kenyataan, kan ?

Ah, tentang Impian. Semoga kelak bisa benar-benar melangkah pergi. Berdiri dipuncak tertinggi gunung Rinjani. Kemudian meminta Mang Dul menepati janji : mengeksekusi rambut hingga 0,5 centi.

2 Responses to "Percakapan Dengan Mang Pencukur Rambut"

  1. Suka deh sama tulisannya.. :-)
    Saya juga pemimpi dan
    impianku membangun yayasan pendidikan untuk indonesia..

    ReplyDelete
  2. Wahh, makasii ajik. Itu juga cuma kebetulan kemarin pas potong rambut hehe
    Nahh, mimpi ada untuk dieksekusi, kan ?
    Amiinn semoga mimpi itu menjadi kenyataan, Jik :)
    Mari kita raih satu persatu mimpi mimpi itu :D

    ReplyDelete