Manusia Yang Salah


Manusia selalu mengalami daur waktu. Setiap orang selalu mengalami hal yang berbeda-beda. Waktu yang berbeda. Rutinitas yang berbeda. Hari yang berbeda. Tapi, rasa ini masih saja tetap sama.

Hari ini aku habiskan untuk menikmati pemandangan-pemandangan dari balik jendela kereta. Menuju ke salah satu danau paling asam di timur pulau jawa. Lagu Right Here Waiting milik Richard Marx, entah kenapa senang bersenandung di-earphone-ku hari ini. Tetes air hujan dibalik jendela kereta beberapa kali membasahi ular besi yang aku naiki. Rintik hujan, senja yang menjingga, beserta lagu milik Mark semakin berhasil memunculkan kesenduan yang menggetirkan.

'Langit', begitulah caraku untuk menganalogikanmu. Mata cokelatmu yang lugu dicampur senyummu yang berseri tak pernah gagal membuatku meledak-ledakan kembang api pada imajinasiku. Adalah benar, jika imajinasi dan realita itu memang tak pernah selamanya bisa bersahabat baik. Imajinasiku selalu berhasil untuk bisa berada didekatmu. Tapi, mungkin realitanya berbeda. Kita, kini seperti dua anak kecil yang sedang berlarian. Aku sibuk berlarian mengejarmu. Dan kau sibuk berlarian menghindariku.

Kira-kira 527 hari yang lalu, aku menghitungnya sejak bulan ke enam tahun lalu. Hingga saat ini. Kadang aku sering lupa bahwa tentang rasa, ia tak pernah bisa untuk selalu diajak bercanda. Seorang teman pernah berkata padaku, terkadang emas yang berharga tak selalu ditemukan ditempat yang sewajarnya, kadang ia ditemukan ditempat yang salah - ditempat yang tak terduga dan tak biasa.

Langit, kau pernah bilang padaku bahwa rasa ini tak tepat pada waktunya. Kalau begitu, bagaimana jika kau ajarkan aku caranya menemukan waktu yang tepat itu? Karena sampai kini, entah kenapa hatiku yang keras kepala ini, tak pernah bisa berhenti untuk berusaha mengejar pun menunggu maafmu.

(Banyuwangi, 9 November 2014)


Salam,

Bumi

0 Response to "Manusia Yang Salah"

Post a Comment