46..
Jam menunjukkan pukul 13.08. Aku melirik jam tanganku.
40..
Angka lampu merah berkurang setiap detiknya.
38..
38..
Anak kecil yang semula duduk dibawah pohon dekat traffic light.
Menghampiri satu persatu pengendara mobil dan motor dengan membawa gelas ; tempat bekas mie instan.
33..
Seperti biasa di motor Mama selalu ada uang receh. Aku memberi
anak itu beberapa uang receh yang
sudah tersedia di motor Mama.
25..
“makasih.” Kata anak kecil itu.
“Kelas berapa dek ?” Tanyaku.
“Kelas 3. Tapi sudah nggak sekolah.” Jawab
anak itu , sambil tersenyum.
Seketika anak kecil menjawab pertanyaanku , aku tak tau harus
berkata apa.
19..
19..
“Hati hati ya dek.” Kataku. Aku terpukul
dengan senyum yang lapang itu.
12..
Anak itu kembali mengumpulkan rezeki dengan gelas plastik bekas
mie instan yang ia bawa. Aku melihat anak itu sesaat. Ia mengumpulkan uang
receh dengan susah payah untuk bertahan hidup.
Ia tak sekolah , yang ia tau hanya berusaha mencari rezeki untuk
melanjutkan hidup. Kataku dalam hati.
03..
Ada perasaan yang tak beraturan merambati hatiku.
***
Tidak boleh terjadi ; anak anak tidak bisa melanjutkan sekolah karena ia tak mampu membayar biaya sekolah.
Ini tentang kita : aku , kamu , dia - untuk mereka. Kita yang
mungkin hampir setiap hari menjumpai mereka , Mereka yang tak mampu untuk
melanjutkan pendidikan disekolah. Anak anak yang mengadu nasib hidup dijalanan
: pengamen ,
misalnya.
Tentang mereka yang tak mampu untuk bersekolah , anak anak kecil
yang tak tau bagaimana cara melanjutkan hidup : di jalanan , diterminal ,
distasiun stasiun kota , disamping mall mewah , mengais rejeki , mengadu nasib
dijalan – memenuhi
kebutuhan untuk melanjutkan hidup.
Barangkali memang demikianlah , hanya itu yang sehari hari
mereka lakukan. Tersingkirkan dari masa masa sekolah karena keadaan ekonomi.
Kehilangan sebagian harapan mereka ; impian
dan jutaan keindahan.
***
Tidak boleh terjadi ; anak anak tidak bisa melanjutkan sekolah
karena ia tak mampu membayar biaya sekolah.
Mereka punya hak yang sama seperti kita , kan ? Lalu , apa kita
harus membiarkan masa depan mereka terenggut kehidupan jalan(an) ; membiarkan anak anak mewujudkan
impian di sisi gelap jalanan. Anak anak yang tak sanggup
melanjutkan sekolah. Apakah kita bisa merasakan apa yang mereka rasakan ?
Entahlah!
Jika aku tak bisa merasakan apa yang mereka rasakan : menapaki
rezeki dijalanan , putus sekolah , tak bisa memenuhi kebutuhan hidup. Aku akan memaksa diriku untuk bisa
merasakan apa yang mereka rasakan. Sebagai makhluk yang punya
perasaan , barangkali dengan cara ini kemanusiaan kita yang (mungkin) tertidur
akan terusik dan terbangun.
Lalu , menengok mereka yang tak mampu melanjutkan sekolah ,
membuka hati kecil , perasaan dan mengulurkan harapan , membantu
mereka mengembalikan
raut wajah keceriaan dan kegembiraan bersama harapan dan impian.
***
Tidak boleh terjadi ; anak anak tidak bisa melanjutkan sekolah
karena ia tak mampu membayar biaya sekolah.
Mereka punya masa depan yang indah dan akan menjadi lebih indah
bersama orang orang yang mereka cintai – keluarga dan orang orang disekitar mereka. Belajar
dengan sungguh sungguh ditempat mereka belajar ; Sekolah. Tidak dengan mengadu nasib
dijalanan.
Sederhana saja , barangkali disinilah hati kita terpanggil ,
mendengarkan suara suara kebaikan untuk (sedikit) berbuat baik – memanusiakan dan mempedulikan orang orang yang meninggalkan pendidikan.
Tak pernah ada kata terlambat jika ada ruang kemauan dalam diri untuk memanusiakan mereka.
Barangkali kita bisa memulai dari diri kita masing masing. Ya , Menolong mereka yang mengadu nasib dijalanan yang mengorbankan pendidikan demi memenuhi
kebutuhan untuk melanjutkan kehidupan.
0 Response to "(Memanusiakan) Manusia"
Post a Comment