Serasa


Bukan, aku bukan bermaksud menyerah. Aku hanya ingin bilang, kini aku merasakannya. Aku tahu rasanya jadi seseorang yang duduk diam sendiri membeku dititik nadir bersama waktu. Aku tahu rasanya jadi seseorang yang senantiasa menunggu hingga batin berdarah mengeluarkan nanah. Aku tahu rasanya jadi seorang yang kehilangan separuh napas hingga zat feromon, endofrin, dan serotonin terkikis habis.

*

Pernah ku memaki, mengacuh, mencampak, pun coba melepasmu. Dengan napas tersengal, kau sempat terjatuh. Tapi kau berusaha bangun. Mencoba berdiri lagi. Kau sempat goyah, tapi tak kunjung menyerah. “Apa yang membuatmu hingga sampai seperti ini?” tanyaku saat itu. “Tidak ada.” Jawabmu singkat. “Rasa terkadang datang dan tak punya banyak alasan.”

Pada satu titik dimensi tertentu, aku mulai menemukan alasan yang tepat untuk berjuang. Sebuah alasan sederhana, sebuah alasan klasik, alasan yang tak butuh pembenaran dari orang lain, alasan yang mampu menumbuhkan sayap-sayap cahaya dalam diri kita.

Dan aku mulai merangkak maju, mencoba mempercepat langkah untukmu. Ada beberapa impian yang harus kita kejar. “Seberat apapun, selama tanganku masih kau genggam, aku tak akan takut.” bisikku malam itu. Dan bersamamu, aku merasa lengkap.

*

Hingga pada satu garis waktu, entah karena alasan apa, ego selalu memenangi pertikaian dalam batinku. Seketika semua seperti sebuah gelas kaca yang jatuh dari atas meja. Hancur berkeping-keping. Ku coba menyatukan pecahan gelas itu. Tapi, tak bisa utuh seperti sebelumnya. Ada beberapa bagian yang hilang. Ada beberapa yang tak bisa direkatkan, tak bisa dikembalikan. “Tetaplah melangkah. Sesakit apapun, melangkahlah. Dimensi yang kita tempati ini takkan berhenti berputar sekalipun kau tak bergerak. Jangan membuang waktu. Hidup tak akan berjalan mundur. Gelas yang pecah tak dapat kembali seperti sebelumnya.”

Akankah kita bisa duduk berdua lagi, menepi bersama fajar yang menghangatkan bumi? Akankah senyum lembutmu akan kembali menyapa diantara kesunyian yang menguasaiku? Ataukah biar semua ini menjadi seperti sebelumnya. Semua tentang kita kembali tiada? Dan kata kita biar kembali menjadi kau dan aku saja?

“Mungkin apa yang ku rasa tak pernah kau rasakan. Mungkin semua ku lakukan takkan pernah berarti. Tak ingin, tak ingin semua rasa takutku kan datang – yang selalu menyelimuti saat ku mengingatmu, saat ku di sisimu. Serasa ku takkan bernyawa bila di sisimu, bila di sampingmu. Seakan dunia kan hilang bersama diriku, temani diriku. Mungkin kini ku sudah tak pantas lagi tuk jadi teman cintamu (seperti yang kau harap), dan tak mampu lagi mengisi kisah indah isi hatimu – isi batinmu. Mungkin apa yang ku rasa tak pernah kau rasakan, mungkin semua ku lakukan takkan pernah berarti -- Kikan Feat Bondan Prakoso - Serasa

Biarkan saja sesuatu yang pecah tak akan bisa kembali utuh. Kita tak punya dimensi ruang dan waktu yang bisa mengembalikan semua yang sudah terjadi. Kita takkan pernah bisa mengubahnya, karena sesuatu yang sudah terjadi, mutlak tak kan bisa terulang lagi dan manusia hanya diberi dua pilihan : untuk dipelajari atau diulang lagi.

Biarkan saja semua yang ku lakukan ini tak berarti. Biarkan saja aku menyayangimu hingga ujung batas. Biarkan saja aku menatapmu dari sini – menjagamu dari kejauhan. Karena dari kejauhan, doaku akan tetap menemani tidurmu. Menjagamu hingga lelap memelukmu. Hingga damai kan menyelimutimu. Dan mimpi indah kan menyempurnakan pejammu.

...Lalu sayap-sayap sang fajar kembali menghangatkanmu. Pagi tetap membelai hari-harimu, dan aku kan tetap menyayangimu....



*backsounds : Kikan feat Bondan Prakoso - Serasa

0 Response to "Serasa"

Post a Comment